Saturday, August 17, 2013

Benarkah Indonesia Sudah Merdeka?

17 Agustus adalah upacara. 17 Agustus adalah lomba. 17 Agustus adalah panjat pinang. 17 Agustus adalah pakai seragam. 17 Agustus adalah pemasangan bendera di pagar rumah. 17 Agustus adalah update status Facebook, nge-twit, nge-Path, update display message BlackBerry Messenger, ganti display picture BlackBerry Messenger, dengan kata-kata atau gambar yang dirasa membangkitkan semangat 17 Agustus.

Padahal arti kata 17 Agustus itu sendiri masih terasa hampa bagi kita. Kalau ditanya makna 17 Agustus, palingan kita cuma bisa jawab sekenanya. Saya yang lahir tahun 1980 saja tidak paham makna 17 Agustus seperti para pejuang memahaminya. Bapak saya yang lahir tahun 1943 mungkin saja masih belum memahami persis. Mungkin kakek-nenek sayalah yang paling paham makna 17 Agustus, sebagai pihak yang pernah memberikan kontribusi pada perjuangan merebut kemerdekaan.

Ya, itulah warisan makna turun temurun dari kakek-nenek generasi saya. Yang kita pahami dari "17 Agustus" adalah hanya "Hari Kemerdekaan" karena itulah yang diajarkan oleh sejarah (perhatian bagi para guru, khususnya guru sejarah). Benarkah Indonesia sudah merdeka setelah 17 Agustus 1945? Saya pikir Indonesia belum merdeka selama masih tunduk pada hegemoni Londo, Cino, dan Ngarab.

Londo: bangsa berkulit putih berambut pirang atau merah. Bangsa ini disebut kaukasian/bule. Biasanya bangsa Eropa dan Amerika.
Cino: bangsa bermata sipit. Cina, Jepang, Korea, dll.
Ngarab: bangsa berhidung mancung bermata lebar seperti bangsa di jazirah Arab, Timur Tengah, kawasan Meditarania. Termasuk India, Pakistan, dan Bangladesh.

Kendaraan Cino wira-wiri menguasai jalanan. Budaya Ngarab merajalela. Bahasa Londo dipakai sehari-hari di negeri-yang-katanya-sudah-merdeka ini. Idealnya, bagi saya, merdeka adalah bebas dari hegemoni itu semua. Boleh saja kendaraan Cino wira wiri asalkan kendaraan lokal yang menguasai. Boleh saja budaya Ngarab menunjukkan eksistensinya asalkan tetap budaya lokal yang merajalela. Dan yang terpenting, boleh saja bahasa Londo dipakai sesekali, asalkan bahasa ibu pertiwi yang dipakai sehari-hari.

Hanya di Indonesia, melamar pekerjaan harus menggunakan bahasa asing, padahal pekerjaannya ada di Indonesia.
-Status Facebook seorang teman.

Menurut Arysio Santos, Indonesia adalah nama negara yang merujuk pada suatu lokasi dimana dulu ada sebuah negeri yang emas yang agung. Negeri tersebut punya kekayaan sangat berlimpah dibanding negeri lainnya di dunia ini.

Atas alasan kekayaan alam inilah, pada Age of Discovery bangsa Eropa menjelajah mencari tahu dimana letak negeri tersebut. Setelah ketemu, negeri tersebut dijajah, dikeruk, dan diambil hasil buminya secara besar-besaran. Singkat cerita, yang paling lama menikmati hasil buminya adalah Belanda. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945 negeri tersebut memproklamirkan kemerdekaannya.

Karena sudah memproklamirkan kemerdekaannya, harusnya negeri tersebut sudah bebas dari tekanan dan penjajahan bentuk apapun, baik fisik maupun psikis. Tapi ternyata, kenapa negeri-yang-katanya-sudah-merdeka itu masih jadi dijajah?

Jelas saja saya bilang masih dijajah. Lihat saja di jalan raya. Banyak kendaran dari negeri sipit. Negeri-yang-katanya-merdeka tersebut tidak diperbolehkan, bahkan tidak diberi kesempatan untuk memproduksi kendaraan sendiri. Atau contoh lain. Di kafe-kafe lebih bangga menyajikan sisha ketimbang kretek, padahal kafenya milik orang dari negeri-yang-katanya-sudah-merdeka itu. Konon katanya sisha lebih menyehatkan ketimbang kretek. Bagi saya sudah jelas bahwa pada awalnya kretek dibuat untuk mengobati asma, dan sampai sekarang khasiat tersebut masih dijaga. Sedangkan manfaat shisha masih "katanya".

Belum pula dihitung setiap saya solat di masjid. Banyak pria yang memakai gamis. Katanya lebih afdol kalau solat pakai gamis. Padahal syarat sahnya solat hanya bila aurat tertutup. Tidak merepotkan. Sesederhana itu. Bagi saya solat dengan gamis seperti ini adalah budaya Ngarab yang dilebih-lebihkan.

Contoh lain lagi, dan ini adalah yang paling lucu menurut saya (baca: paling aneh). Di negeri-yang-katanya-sudah-merdeka tersebut, penggunaan bahasa Londo lebih sering dipakai dibanding bahasa dari negerinya sendiri, padahal untuk mengungkapkan sesuatu yang bernuansa negeri tersebut. Lihat saja contohnya tulisan "I love RI", atau "Save Indonesia" (jika ada peristiwa tragedi menimpa negeri-yang-katanya-sudah-merdeka itu). Kan lucu kalau semangat nasionalisme diwujudkan pakai bahasa asing. Mungkin kelucuan ini lebih tepat jika disebut ironi.

Ini seperti sebuah penjajahan terselubung. Penjajahan secara halus. Jika penjajahan secara nyata/secara terang-terangan tidak bisa diaplikasikan ke negeri-yang-katanya-sudah-merdeka tersebut. Lalu pihak asing menanam konsep "negerimu sudah merdeka" supaya orang-orang di negeri tersebut merasa puas, merasa telah berhasil berjuang, dan beristirahat lalu tidur panjang. Di saat tidur panjang inilah, pihak asing melakukan penjajahan terselubung. Penjajahan yang bertujuan sama seperti penjajahan terang-terangan, yaitu mengeruk "emas" dari negeri-yang-katanya-sudah-merdeka tersebut. Emas yang dimaksud tidak hanya emas seperti layaknya emas. Tapi ada emas-emas lainnya. Ada emas hijau berupa kopra/minyak kelapa. Ada emas bubuk hitam berupa kopi. Ada emas asin berupa garam. Bahkan sampai emas hijau menyala, berupa uranium.

Penggunaan kata "emas" di sini untuk menggambarkan bahwa hal-hal tersebut (kopra/minyak kelapa, kopi, garam, uranium, dll) bernilai lebih bagus jika dibandingkan dari produksi negeri lain. Contohnya seperti kamper dari negeri-yang-katanya-sudah-merdeka ini mempunyai nilai jual (kalau tidak salah) 132 kali lebih mahal dibanding kamper dari negeri lain.

Semuanya ada dan tersedia di negeri-yang-katanya-sudah-merdeka itu. Karena segala ketersediaannya, bisa jadi negeri-yang-katanya-sudah-merdeka itu adalah lokasi The Promised Land sebenarnya yang dimaksud di Perjanjian Lama. Amerika menggunakan Israel bermaksud mengecoh perhatian dunia dengan menjajah Palestina. Israel menjajah Palestina dengan menyebut-nyebut The Promised Land sehingga dunia memahami bahwa The Promised Land-nya adalah Palestina. Setelah mata dunia fokus ke tanah Palestina, Amerika menamamkan ideologinya ke The True Promised Land. Amerika tidak menempatkan orang-orangnya. Mereka cukup menanamkan ideologi, melalui berbagai sarana, termasuk pendidikan. Dari sinilah ideologi Amerika ditanam ke pemikiran penduduk asli negeri-yang-katanya-sudah-merdeka tersebut, dari lapisan bawah sampai lapisan petinggi negaranya. Dan pada saatnya nanti, para pemegang kekuasan (yang tertanam ideologi Amerika) menyerahkan The True Promised Land ini secara sukarela. Atau dipaksa supaya menyerahkan secara sukarela.

Saya pikir negeri-yang-katanya-sudah-merdeka tersebut akan terus dijajah secara halus seperti ini, dan saya pikir tidak akan ada perkembangan berarti selama penjajahan terselubung ini berlangsung. Bagi kita yang tinggal di negeri-yang-katanya-sudah-merdeka ini, apa saja yang sudah kita lakukan? Apa kita sudah berusaha menekan produksi kendaraan Cino? Apa kita sudah mengesampingkan budaya Ngarab? Apa kita sudah membiasakan diri tidak lagi menggunakan bahasa Londo di negeri sendiri?

Lantas bagaimana nanti kita bertanggung jawab pada anak cucu kita sendainya mereka bertanya "Pak, negeri kita kok segini doang? Gembar-gembor sudah merdeka 68 tahun tapi masih gini-gini aja?"

Ada yang bisa jawab?

Wednesday, August 7, 2013

Dimurnikan Oleh Api

Tadinya saya sempat bingung untuk memberi judul posting ini. Apakah menggunakan judul "Dimurnikan Dalam Api" atau "Dimurnikan Oleh Api". Tapi lalu saya berpikir, jika saya menggunakan judul "Dimurnikan Dalam Api", berarti hal yang dimunikan harus ada di dalam atau di tengah-tengah api. Seperti orang yang menyalakan rokok, umumnya memasukkan ujung rokok ke dalam api korek.

Mungkin lebih tepat jika saya menggunakan judul "Dimurnikan Oleh Api" karena menurut saya, judul tersebut mempunya arti, hal yang dimurnikan tidak harus berada di dalam api, bisa jadi hanya sekedar berada di sekitar api. Api menjadi alat bantu dalam pemurnian hal yang ingin saya bicarakan di postingan ini.

Memang apa sih hal yang dimurnikan oleh api yang ingin dibicarakan di sini?


Logam

Ada berbagai macam logam yang kita kenal. Sebut saja 3 diantaranya: besi, perak, dan emas. Kebanyakan logam-logam itu diambil dari dalam perut bumi tidak dalam bentuk dan kadar yang kita kenal. Umumnya hanya para penambang yang tahu bentuk aslinya. Kadarnya pun tidak murni seperti yang kita kira. Di dalam logam-logam tersebut mengandung unsur lain yang harus kita pisahkan.

Berikut ini adalah cara pemurnian emas, yang diambil dari http://goldmorotai.blogspot.com/2013/02/pemurnian-emas-dari-bullion.html:

Proses pemurnian emas dari bullion dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
1. Metode Cepat
Secara Hidrometallurgy yaitu dengan dilarutkan dalam larutan HNO3 kemudian tambahkan garam dapur untuk mengendapkan perak sedangkan emasnya tidak larut dalam larutan HNO3 selanjutnya saring aja dan dibakar.

2. Metode Lambat
Secara Hidrometallurgy plus Electrometallurgy yaitu dengan menggunakan larutan H2SO4 dan masukkan plat Tembaga dalam larutan kemudian masukkan Bullion ke dalam larutan tersebut, maka akan terjadi proses Hidrolisis dimana Perak akan larut dan menempel pada plat Tembaga (menempel tidak begitu keras/mudah lepas) sedangkan emasnya tidak larut (tertinggal di dasar), lalu tinggal bakar aja masing - masing, jadi deh logam murni.

Kata "bakar" berarti menggunakan api. Sebuah proses yang dilakukan oleh api. Setelah dibakar, logam (dalam contoh ini emas) akan menjadi murni.



Air dan Makanan

Untuk air dan makanan, saya pikir tak perlu dijelaskan panjang lebar. Hampir semua orang di dunia melakukan pemurnian air dan makanan sebelum dikonsumsi. Pemurnian ini disebut "masak". Masak air atau masak makanan bertujuan untuk membersihkan air dan makanan dari bakteri atau kuman yang bisa menimbulkan penyakit. Ini berarti air dan makanan tersebut dimurnikan dari penyakit.


Dewi Shinta

Ilustrasi Pemurnian Dewi Shinta
Di akhir cerita wayang Ramayana, Rama meragukan kesucian Dewi Shinta yang dianggap telah ternoda oleh Rahwana. Untuk membuktikan kesuciannya, Dewi Shinta dibakar. Namun api tidak membakar tubuhnya, karena sebenarnya tubuhnya telah dimurnikan oleh api tersebut.

Setelah mandi dan bersuci, Sita menemui Rama. Rupanya Rama merasa sangsi terhadap kesucian Sita karena istrinya itu tinggal di dalam istana musuh dalam waktu yang cukup lama. menyadari hal itu, Sita pun menyuruh Laksmana untuk mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya dan membuat api unggun. Tak lama kemudian Sita melompat ke dalam api tersebut. Dari dalam api tiba-tiba muncul Dewa Brahma dan Dewa Agni mengangkat tubuh Sita dalam keadaan hidup. Hal ini membuktikan kesucian Sita sehingga Rama pun dengan lega menerimanya kembali. [sumber]

Setelah semua pertempuran yang dasyat itu dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Shinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Shinta telah ternoda selama Shinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Shinta dan pertolongan Dewa Api, Shinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru danbahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya masing-masing. [sumber]


Ngaben

Kita semua tahu Ngaben, kan? Itu adalah upacara pembakaran jenazah/kremasi yang dilakukan umat Hindu di Bali.

Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat Hindu di Bali, upacara ini dilakukan untuk menyucikan roh leluhur orang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah. [sumber]

Berarti upcara Ngaben dilakukan untuk menyucikan (atau memurnikan) roh orang yang sudah wafat. Bagi umat Hindu, roh manusia akan terlahir kembali di kehidupan mendatang untuk menjalani karma dari kehidupan sebelumnya. Mungkin bisa dibilang karma dalah hukuman/penebusan dosa atas "kesalahan" di kehidupan sebelumnya. Jika seseorang menerima/menjalani karma, itu berarti orang tersebut harus melewati pintu kematian dan terlahir kembali untuk memperbaiki kesalahannya. Jika kesalahannya sudah bersih, baik itu ditebus di kehidupan sebelumnya ataupin disucikan oleh api ngaben, maka roh orang tersebut tidak akan terlahir kembali lalu rohnya akan mokhsa (menuju Nirwana).

Dengan begitu, api ngaben diharapkan dapat membantu mensucikan roh orang yang mati, siapa tahu semua kesalahannya termaafkan dan roh tersebut masuk ke Nirwana. Tapi jika dosa kehidupan sebelumnya terlalu banyak, setidaknya api ngaben bisa mengurangi karma yang akan dijalani di kehidupan berikutnya.

Ritual ngaben  menjadi prosesi sakral yang dilakukan dengan penuh cinta kasih bagi keluarga yang ditinggalkan, sementara roh yang dilepas akan menuju nirwana atau menjelma kembali ke dunia melalui reinkarnasi, dan lahir kembali di pulau Bali yang dicintainya. [sumber]


Alkitab

Di poin ini maksudnya bukan Alkitab yang dibakar. Tapi, ketika saya cari di internet, saya menemukan beberapa kalimat (mungkin ayat, saya tak tahu apa sebutan sebenarnya karena saya bukan Kristen), yang menyebutkan "dimurnikan dalam api" atau yang senada. Berikut adalah kutipannya, semoga saya tidak salah mengutip:

Mzm 12:6
(12-7) Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah.

Mrk 9:49
Karena setiap orang akan digarami dengan api.

Dan ada beberapa kalimat lagi yang senada mengenai permurnian oleh api. Silahkan cek sendiri ke http://alkitab.sabda.org/search.php?search=dimurnikan&exact=on&tab=text


Oke. Dari logam, air, makanan, Dewi Shinta, Ngaben, lalu ke Alkitab. Lima hal berbeda. Tapi punya satu benang merah, yaitu dimurnikan oleh api. (Khusus Alkitab, bukan Alkitabnya yang dimurnikan, tapi di Alkitab disebutkan mengenai pemurnian oleh api).

Sebenarnya kemana arah postingan ini? Coba baca terus ya.


Orang Yang Berpuasa Ramadan

Seperti dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ramadan (dengan sedikit penyuntingan untuk menghindari font Arab):

Ramadan berarti panas yang menyengat. Bangsa Babylonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan kesembilan selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikit reda, tapi sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan panas yang menghanguskan.

Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa. Wallahu `alam.

Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya dengan ramadan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.

Dari kutipan tersebut bisa dipahami bahwa Ramadan memurnikan jiwa manusia, jika manusia tersebut berpuasa sebulan penuh. Berpuasa di bulan ini seperti sedang dibakar dalam api. Bisa jadi analogi ini yang menghasilkan pemikiran "kembali ke fitrah" ketika Ramadan usai dan merayakan Idul Fitri. Kondisi fitrah, fitri, suci, murni, hanya layak didapat oleh mereka yang berhasil menjalankan ibadah Ramadan dengan sungguh-sungguh. Kemurnian juga diperoleh setelah api mengkremasi jenazah orang mati. Setelah Dewi Shinta diangkat oleh Dewi Agni. Setelah air benar-benar selesai direbus. Seteah makanan dimasak sampai matang. Setelah logam dipanasi terus-terusan.

Kembali Ke Fitrah, kembali seperti bayi yang tanpa dosa. Kembali kepada kemurnian jiwa karena selama satu bulan penuh telah dimurnikan oleh api.

Apakah tahun ini kita telah benar-benar dimurnikan oleh api bulan Ramadan dan kembali fitrah? Apakah Ramadan ini telah menjadikan kita murni seperti emas 24karat? Telah murni seperti logam lain yang telah dipanasi terus menerus oleh api? Telah murni seperti air yang sudah bisa diminum? Telah murni seperti makanan yang layak dimakan? Telah murni seperti roh orang mati yang mokhsa?


*) Foto-foto diambil langsung dari sumbernya dengan memberi tautan ke posting ini.

Monday, April 15, 2013

Anti Anti-Kekerasan

Sebelum mulai, saya punya rekaman dialog antara teman dengan seorang teman wanitanya:

A: Apa yang kamu lakukan apabila suamimu selingkuh? Memukulnya?

B: Tidak, karena itu bentuk kekerasan. Saya anti kekerasan.

A: Lantas?

B: Saya akan memarahinya.

A. Bukankan marah adalah bentuk kekerasan non-fisik? Kekerasan verbal?

B: Saya akan minta cerai.

A: Bukankah itu bentuk kekerasan terhadap anak? Kamu memaksakan kehendak ceraimu terhadap suami dan anak-anak.

B: Lagian pada awalnya kenapa dia selingkuh?

A: Tak usah membahas sebab karena penyebab adalah sesuatu yang sudah berlalu. Yang saya ingin tahu adalah persiapanmu terhadap akibat. Makanya di awal pertanyaan tadi saya menyisipkan kata "apabila".

B: Saya akan membalas selingkuh.

A: Bukankan itu juga bentuk kekerasan? Kekerasan terhadap komitmen hidup berumahtangga. Kekerasan suamimu kamu balas dengan kekerasanmu.

B: Saya akan diam

A: Ya, kamu akan diam. Karena kamu anti kekerasan.


Suatu hari, saya ikut mendengar siaran radio yang disetel adik ipar. Dia memilih Prambors. Di situ saya mendengar Prambors mengadakan semacam kampanye anti kekerasan dan menurut versi Prambors, kampanye itu sukses. Menurut versi saya, itu adalah kampanye pelembekan hati untuk generasi muda.

Anak muda sekarang di-gembleng (baca: dipropaganda) untuk tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun, karena dianggap sebuah tindakan terlarang. Generasi muda terus ditanam pemahaman seperti itu. Pemahaman ini akan berbuah sikap anti kekerasan. Sikap anti kekerasan ini akan menurun ke generasi berikutnya dan seterusnya. Di saat generasi sudah beganti dan sudah terbiasa tidak melakukan kekerasan, adalah saat dimana generasi mulai rentan dan tidak memiliki hati yang kuat untuk membela diri. Akibatnya bangsa kita akan mudah dijajah secara fisik, apalagi mentalnya sudah kena jajah di generasi sebelumnya.

Siapapun pencetus dan pelakunya, saya tidak setuju dengan kampanye anti kekerasan ini. Analoginya demikian:

Kita akan mencukur bulu hidung kalau bulu hidung kita offside. Kita akan menggunting kuku kalau kuku kita panjang. Bagi si bulu hidung, mencukur bulu hidung adalah sebuah tindakan kekerasan. Bagi si kuku, menggunting kuku adalah tindakan kekerasan. Tapi tetap kita lakukan demi keindahan dan kenyamanan.

Ayam yang kita makan harus disembelih. Sayuran yang kita masak harus dipetik terlebih dahulu. Dari sudut pandang ayam, penyembelihan adalah tindakan kekerasan. Dari sudut pandang tanaman sayur, pemetikan juga merupakan tindakan kekerasan. Tapi tetap kita lakukan demi sesuatu yang lebih penting: bertahan hidup.

Apa Prambors pikir kita bisa hidup tapa kekerasan? Pemikiran yang aneh. Saya pikir kekerasan itu perlu. Bolehlah kalau mereka mau hidup tanpa kekerasan. Lakukan saja analogi saya tadi. Tak usah makan nasi karena memotong padi adalah tindakan kekerasan bagi tanaman padi. Tanaman padi adalah makhluk bernyawa. Mereka tumbuh dari benih sampai matang. Memotong padi adalah tindakan pembunuhan terhadap tanaman padi, dan itu adalah kekerasan.

Di lain waktu, generasi Prambors tak usah makan daging karena penyembelihan adalah tindakan kekerasan bagi hewan yang bersangkutan. Ayam, sapi, ikan, udang, burung, kelinci, belalang, dan lainnya adalah mahkluk bernyawa. Mereka tumbuh dari kecil sampai dewasa. Kalau kita makan mereka, berarti kita harus menyembelih mereka. Menyembelih berarti menghilangkan nyawa. Dan itu adalah kekerasan.

Generasi Prambors juga tak boleh minum air. Air memang tak bernyawa. Tapi air yang diminum pasti diambil secara paksa dari tempat asalnya. Entah dari sungai, mata air, atau sumur. Jika melihat dari sudut pandang air, pengambilan paksa ini juga bentuk kekerasan.

Sementara bagi generasi Prambors yang sudah menikah, tak usah berhubungan suami-istri karena di hubungan suami-istri perlu adanya sebuah kekerasan. Kemudian bagi yang sedang hamil, tak usah melahirkan bayinya. Karena bagi si bayi, melahirkan adalah sebuah tindakan kekerasan. Sebuah pemaksaan kehendak, memindahkan dari tempat nyaman bayi (rahim) ke alam dunia nyata. Apalagi jika harus melalui sempitnya vagina sebagai jalur lahir. Bukankah itu kekerasan bagi si bayi? Dan kekerasan terhadap diri sendiri?


Menurut saya, tindakan kekerasan itu perlu dan harus tetap ada, tapi harus dilakukan secara tepat 5W+H-nya (What, when, where, why, who + how). Permasalahan kekerasan seperti tawuran timbul karena tidak adanya pembinaan akhlak. Manusia dengan akhlak bagus bisa mengelola kekerasan menjadi sesuatu tindakan bijak. Sedangkan dalam lingkungan keluarga, kekerasan diperlukan selama memenuhi alasan 5W+H yang tepat, untuk menghasilkan sesuatu yang lebih indah seperti contoh bulu hidung dan kuku. Atau untuk sebuah alasan yang berkepanjangan dan lebih dibutuhkan seperti contoh makan daging dan sayur. Atau untuk melanjutkan generasi seperti contoh kelahiran.

Yang harus difokuskan adalah bagaimana cara meng-handle kekerasan menjadi suatu tindakan bijak dan bermanfaat untuk hasil yang berkepanjangan.

Saya bukan ekstrimis. Saya hanya mencoba bijak menanggapi bahwa kekerasan itu adalah hal yang sebenarnya diperlukan dalam kehidupan. Tak usah dihilangkan. Saya menulis ini karena saya merasa ada kampanye terselubung dibalik ajakan sikap anti kekerasan. Kampanye terselubung untuk melembekkan hati generasi muda Indonesia.

Jadi, lakukanlah kekerasan seperlunya dengan cara tepat. Belajarlah mengelola kekerasan menjadi suatu tindakan bijak. Ketahuilah, Nusantara di masa lalu bisa mempertahankan kedigdayaannya karena manusia-manusianya bisa mengelola kekerasan secara bijak.