Friday, August 31, 2012

ASI, Minuman Keras Istimewa Dari Ibu

Air susu ibu (disingkat ASI) adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat.

Air susu ibu diproduksi karena pengaruh hormon prolaktin dan oksitosin setelah kelahiran bayi. Air susu ibu pertama yang keluar disebut kolostrum atau jolong dan mengandung banyak immunoglobulin IgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan penyakit.

[sumber]
Saya baru saja mempunyai bayi. Saya dan istri sepakat untuk memberinya ASI. Keluarga dan kerabat mendukung kami. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan cara memberi wejangan mengenai ASI. Wejangan yang paling saya ingat adalah ketika keluarga dan kerabat melihat bintik merah di pipi bayi kami.

"Pipinya kena ASI tuh bintik-bintik gitu. Langsung di lap aja kalo ketetesan ASI, soalnya ASI kan keras," kurang lebih begitulah wejangan mereka. Wejangan ini kami terima karena kami belum tahu apa-apa mengenai dunia perbayian. Tapi ada satu hal dari wejangan tersebut yang menggelitik benak saya, yaitu bagian "ASI kan keras". Seberapa keraskah ASI?

Pertanyaan ini masih tertempel di benak sampai kira-kira bayi saya berusia 10 hari. Pada usia ini bayi saya mencret. Mengeluarkan feses hitam dan ada bintik putih seperti biji cabe. Begitu saya tanyakan pada teman yang sudah lebih dulu punya anak, katanya ini hal yang lumrah. Tak perlu khawatir kalau yang dikonsumsi bayi hanya ASI (ASI eksklusif). Ini dikarenakan ASInya sedang membersihkan pencernaan bayi. Saya kembali teringat pada wejangan keluarga dan kerabat: "ASI kan keras".

Seiring berjalannya hari, perlahan fese itu menghilang. Perlahan pula feses bayi saya jadi kuning encer. Mencret, dengan frekuensi yang tinggi, bisa sampai 15 kali sehari. Sebagai orang tua, apalagi orang tua baru, pastilah kami khawatir (lagi). Tapi untungnya banyak teman yang mampu mengenyahkan kekhawatiran kami. Mereka yang lebih tahu bersedia berbagi pengalaman kepada kami. Mereka bilang itu lumrah dan normal. Kurang lebih sama seperti feses yang tadi, mencret ini adalah proses penyesuaian pencernaan bayi, karena pencernaan bayi belum sempurna. Kembali saya teringat lagi pada wejangan keluarga dan kerabat: "ASI kan keras".

Apa betul segitu kerasnya ASI?
Air susu ibu (ASI) mengandung jumlah laktosa yang tinggi, dan laktosa ini merupakan komponen penting bagi otak anak. Terkadang laktosa ini bisa menyebabkan bayi mengalami diare.

Jakarta, Salah satu penyakit yang sering dialami bayi adalah diare. Tapi pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, maka diare yang terjadi adalah normal dan tak perlu dihentikan pemberian ASInya.

"Laktosa yang tinggi pada bayi yang baru lahir bisa menyebabkan diare, tapi kondisi ini merupakan suatu hal yang normal atau fisiologis sehingga tidak perlu menghentikan pemberian ASI," ujar dr IGAN Pratiwi selaku Ketua Satgas ASI IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dalam acara lokakarya 'Pandangan dan Peran Organisasi Agama dalam Memasyarakatkan ASI' di Hotel Park Lane, Jakarta, Selasa (21/12/2010).

Dokter yang akrab disapa Tiwi ini menuturkan hal tersebut karena pada bayi yang baru lahir pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyebabkan bayi diare, dan lipase akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyebabkan berat badannya turun.

[sumber]
Jadi itu toh penyebab bayi saya mencret. Dan mungkin ini maksud dari wejangan keluarga dan kerabat yang tadi saya sebut: "ASI kan keras". Bayi saya minum minuman keras. Minuman keras istimewa dari ibunya: ASI.

Sebelum mengakhiri post kali ini, yuk baca salinan dari beritasatu berikut ini:
Sejak lama manfaat air susu ibu (ASI) sudah diketahui baik untuk kesehatan bayi. Kini para ilmuwan menemukan manfaat lain ASI bagi kesehatan bayi. Para ilmuwan di Duke University Medical Center, Inggris, mengatakan, ASI mendorong penguatan sistem pencernaan bayi.

Hasil penelitian mengungkap, ASI membantu menciptakan koloni-koloni flora mikrobiotik unik yang membantu penyerapan nutrisi dan mendorong perkemangan sistem imun tubuh.

Pemimpin penelitian ini, dr William Parker, dikutip dari surat kabar Daily Mail mengatakan, ini adalah studi pertama yang meneliti efek dari nutrisi bayi dengan melihat pertumbuhan bakteri. Cara ini memperlihatkan pandangan terhadap mekanisme tersembunyi mengenai manfaat dan keuntungan dari pemberian ASI ketimbang susu formula untuk bayi baru lahir.

Menurut dr Parker, hanya ASI yang bisa mendorong kolonisasi biofilm bermanfaat, dan pengetahuan ini memberi tahu, ada potensi untuk mengembangkan pengganti ASI yang bisa menyerupai manfaat ASI untuk kondisi-kondisi darurat karena ketidaksediaan ASI.

Selama ini telah diketahui, ASI bermanfaat untuk menurunkan kondisi diare, flu, hingga infeksi saluran pernapasan bila diberikan pada bayi. ASI juga mampu menjaga tubuh membentuk pertahanan terhadap alergi, diabetes tipe 1, multiple sclerosis, dan beragam penyakit lain.

Para peneliti mempelajari mengenai peran flora di dalam perut terhadap kesehatan, dan dari sana diketahui bagaimana pola konsumsi bayi bisa memengaruhi kehidupan mikrobial.

Penelitian ini memelihara bakteri di dalam susu formula khusus bayi, susu sapi, dan ASI.

Sampel-sampel susu tersebut kemudian diinkubasi dengan bakteri E coli yang dibutuhkan untuk membantu menghalau organisme tertentu yang bisa mengakibatkan keracunan makanan.

Dalam beberapa menit, bakteri tersebut mulai berkembang biak di semua spesimen, namun ada perbedaan cara. Pada spesimen ASI, bakteri-bakterinya menempel bersama untuk membentuk biofilm, tipis, membentuk lapisan bakteri yang bekerja sebagai pelindung terhadap patogen dan infeksi.

Bakteri pada susu formula bayi dan sapi juga berkembang biak, namun tidak membentuk lapisan pelindung.

Dari penelitian ini, dr Parker berharap bisa membantu menciptakan susu formula yang bisa memberikan manfaat mirip ASI, supaya bayi-bayi yang tak memiliki kesempatan mendapat ASI bisa mendapat manfaat serupa.

Happy breastfeeding, Amam!

Sunday, July 22, 2012

Ramadhan Bulan Penuh Ketakutan

Ramadhan sudah datang. Kali ini di tahun 1433 Hijriyah. Alhamdulillah masih diberi kesempatan menikmati Ramadhan tahun ini.

Kalau saya perhatikan apa yang terjadi pada setiap tahun, selain pada aturan agama, banyak orang juga menjadi patuh pada televisi, apalagi menjelang waktu Maghrib. Hampir setiap muslim menyalakan televisi pada jam tersebut. Membuat adzan Maghrib menjadi tayangan paling populer dengan rating tertinggi. Fakir ilmu seperti saya pun tahu bahwa adzan Maghrib punya rating tinggi di bulan Ramadhan, tak perlulah minta analisa dari perusahaan media monitoring.

Akibat rating tinggi itu maka di antara adzan Maghrib ada banyak sekali iklan. Dari sini saya mengamati  dengan metode Ngelindur Ngetan Ngulon terhadap iklan-iklan yang ada di sekitar adzan Maghrib secara khusus, ataupun di bulan Ramadhan secara umum. Dan dari pengamatan itu saya menyimpulkan bahwa bulan Ramadhan adalah Bulan Penuh Ketakutan.

Berikut penjelasan singkatnya:
  1. Takut sakit maag.
    Puasa identik dengan tidak makan. Puasa Ramadhan berarti tidak makan dalam kurun waktu satu bulan. Di hari biasa kita bisa sakit maag jika kita terlambat makan, atau tidak makan. Itu saja baru sehari. Ini satu bulan penuh, dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Berarti sakit maag selama sebulan.

    Pengertian ini membuat Produsen-Biro Iklan-Media Massa (yang saya gabungkan ke dalam grup bernama Trio Propaganda) membuat pemahaman baru bahwa puasa bisa membuat sakit maag. Pemahaman yang disebarkan melalui iklan mengenai nasihat/cara pengobatan sakit maag. Khususnya mengenai sakit maag yang ditimbulkan akibat puasa. Dari iklan-iklan tersebut ujungnya muncul ketakutan di masyarakat bahwa berpuasa bisa menimbulkan sakit maag.

  2. Takut kekurangan cairan.
    Sama seperti sakit maag di atas. Kalau di atas menceritakan puasa yang tidak makan dan bisa bikin sakit maag, di sini puasa tidak minum dan bisa membuat kita kurang cairan. Perhatikan saja beberapa iklan minuman. Mereka melulu menanamkan subliminal message mengenai kekurangan cairan akibat puasa.

  3. Takut pingsan/sakit.
    Setelah sakit maag dan kekurangan cairan, kita pun ditakut-takuti bahwa puasa akan membuat kita pingsan, bahkan sampai sakit. Perhatikan saja iklan multivitamin yang melulu menanamkan ide ke kita bahwa "jika mengkonsumsi multivitamin itu, maka puasa kita akan berhasil".

    Ini logika sederhana. Ini logika berbalik. Jika B adalah hasil dari A, maka A akan menghasilkan B. Logika kita secara langsung ataupun tidak langsung akan berpikir bahwa ungkapan di atas berarti "jika tidak mengkonsumsi multivitamin itu, maka puasa tidak akan berhasil". Logika ini sering tertanam ke otak kita tanpa kita sadari, di sekitar penayangan adzan Maghrib.

Mungkin ada beberapa pesan ketakutan lain. Tapi baru segini yang bisa saya ungkapkan. Berapapun pesan ketakutan yang ada di media massa membuat saya bertanya:

Mengapa pesan-pesan ketakutan itu disampaikan dalam iklan-iklan (di bulan Ramadhan)?

Ramadhan itu bulan penuh pengampunan, bulan penuh berkah. Andai kita tahu kenapa Tuhan memerintahkan kita berpuasa, mungkin kita takkan peduli pada ketakutan-ketakutan hasil karya Trio Propaganda.

Thursday, July 19, 2012

Anomali Dalam Kisah Abu Nawas

Abu Nawas, nama yang cukup saya kenal. Saya katakan "cukup" karena saya tidak kenal seperti saya mengenal teman-teman saya. Kadar "cukup" inilah yang membuat saya mencari tahu siapa dia sebenarnya. Di tengah pencarian itu, saya menemukan glitch, atau keanehan/kesalahan teknis, dalam kisah-kisahnya yang beredar di antara kita.

Siapakah Abu Nawas ? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama besar ini- sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang badui padang pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab, la juga pandai bersyair, berpanlun dan menyanyi. la sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad. [sumber].

Saya perhatikan dalam setiap blog, situs, buku, atau sumber apapun yang menceritakan Abu Nawas, sumber yang saya dapat selalu sumber yang bernuansa Islami. Abu Nawas dikisahkan sebagai tokoh terpuji yang selalu dielu-elukan bak pahlawan karena berani melawan ketidakbecusan Rajanya. Dengan kecerdikannya, Abu Nawas selalu bisa membuat Rajanya keki bahkan sampai nyaris terbunuh. Karena itu jugalah si Raja selalu mengincar Abu Nawas, bahkan sampai berniat membunuhnya. Raja yang disebut dalam kisah-kisahnya ini adalah Raja Baghdad Harun Al Rasyid.

Dinasti kekuasaan Abbasiyah memperoleh puncak kejayaannya pada masa Khalifah Harun Al Rasyid. Pada masa itu tidak ada satu negeri dibelahan bumi manapun yang memiliki karakteristik ilmu pengetahuan, tata kota, bangunan bangunan indah, studi ilmu pengetahuan dan penelitian serta peradaban masyarakat yang sederajat dengan Daulah Islamiyah Abbasiyah yang beribu kota di Bagdad. Kota Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan banyak sarjana sarjana lahir dari kota ini. Ilmu agama juga memperoleh kemajuan yang pesat karena banyak Ulama ulama besar lahir pada masa ini.

Khalifah Harun Al Rasyid dikenal sebagai lelaki yang sholeh yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Beliau juga dekat dengan ulama dan sering meminta nasehat dari mereka. Bahkan anak anaknya menuntut ilmu kepada Imam Malik rahimahullah. Khalifah Harun Al Rasyid beserta anak anaknya sering menghadiri majelis ilmu Imam Malik yang membahas Kitab Al Muwatha’. Harun Al Rasyid juga memimpin rakyat dengan adil sehingga kemakmuran selalu menjadi prioritas utama kepemimpinannya. Diantara Ulama ulama yang biasa memberi nasihat kepadanya yaitu Ibnu Samak rahimahullah. Ibnu Samak seorang Ulama yang zuhud dan wara’. Tidak silau oleh gemerlap dunia dan senantiasa bersuara lantang dalam menyampaikan kebenaran.

[sumber].

Saya juga mencari berbagai informasi mengenai Harun Al Rasyid. Semua sumber yang saya dapat juga bernuansa Islami dan keterangan yang merujuk pada Raja/Sultan Bahgdad tersebut menjelaskan tentang Harun Al Rasyid yang terpuji. Ya, terpuji. Bukan tokoh seperti yang dipaparkan dalam kisah Abu Nawas.

Dua informasi tersebut saya pertemukan dan saya mendapati kejanggalan:

Pahlawan bernama Abu Nawas melawan "ketidakbecusan" Raja/Sultan yang soleh dan adil.


  1. Mengapa kisah Abu Nawas begitu berdengung, padahal "musuhnya" adalah Raja yang soleh dan adil?
  2. Mengapa Harun Al Rasyid yang ditemukan di berbagai sumber justru tokoh yang becus? -Hanya kisah Abu Nawas yang menceritakan ketidakbecusan Harun Al Rasyid.
  3. Siapa sebenarnya pihak yang menyebarkan kisah ini?

Monday, July 16, 2012

Teks Lorem Ipsum

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Mauris fermentum nunc ac ipsum viverra in tincidunt diam laoreet. Aliquam sapien ligula, convallis quis tincidunt nec, aliquet sed quam. Nulla tincidunt nisi sit amet orci ornare imperdiet. Sed ac augue purus. Nullam porta, sapien eget dapibus consectetur, felis diam auctor arcu, quis hendrerit arcu mauris condimentum sapien. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae; Proin eget sapien est, a venenatis metus. Suspendisse potenti. Sed vel arcu libero, vel sagittis urna. Aenean cursus, purus a aliquet eleifend, purus tortor feugiat elit, non volutpat eros massa porta felis. Suspendisse potenti. Nulla magna mi, bibendum in feugiat in, tempor eget urna. Pellentesque mi metus, lacinia et tincidunt non, pulvinar vel nibh. Ut luctus dictum nulla in molestie. Vestibulum non sapien a erat vestibulum posuere. Pellentesque vitae orci eu metus pulvinar consequat. Class aptent taciti sociosqu ad litora torquent per conubia nostra, per inceptos himenaeos. Mauris sollicitudin interdum iaculis. Duis gravida nibh sed ipsum hendrerit non vulputate massa tristique. Aliquam mauris eros, rhoncus ut luctus non, venenatis blandit metus.

Vivamus vitae ullamcorper velit. Aliquam vel eleifend justo. Nullam convallis posuere odio vel egestas. Sed eget libero non enim tristique accumsan. Donec a risus quis lorem porta mattis ac et metus. Nulla at dapibus leo. Morbi velit tortor, posuere eget viverra non, tempus at ante. Sed venenatis dui in sem convallis placerat. Vestibulum commodo gravida purus, eget vulputate urna congue nec. Suspendisse potenti. Ut ut mauris massa. Morbi lectus ligula, fringilla et mattis a, dictum nec felis. In lacinia vulputate risus sed imperdiet. Praesent id magna ut sapien ultricies porttitor. Mauris sollicitudin libero eu nulla laoreet quis pretium diam mollis. Donec non tellus at leo sagittis gravida. Duis et enim felis, vel placerat urna.

Maecenas tincidunt mauris id velit convallis pretium. Ut posuere velit luctus erat lacinia interdum sodales libero scelerisque. Ut in ante lacus, quis ullamcorper nunc. Cras nec pretium libero. Praesent in orci sit amet sapien sodales commodo. Suspendisse aliquam augue id enim congue ullamcorper. Suspendisse potenti. Ut varius malesuada urna, et venenatis nibh tempor a. Integer at libero ac lorem fringilla suscipit lacinia ut risus. Phasellus enim sapien, posuere vel mattis nec, posuere eget quam. Etiam cursus imperdiet ullamcorper. Ut ac felis sit amet neque posuere facilisis. Fusce ultrices iaculis consectetur. Aliquam in sapien at enim convallis blandit. Suspendisse mollis nisl quis nulla mollis fringilla.

Nulla eget purus eget tortor iaculis congue eget non nunc. Sed adipiscing sapien eu libero mattis scelerisque. Nullam odio sapien, ornare nec fermentum at, pellentesque sit amet eros. Proin consectetur facilisis nunc eu condimentum. Aliquam erat volutpat. In hac habitasse platea dictumst. Aenean et gravida lorem. Curabitur placerat, mauris vel tempus commodo, risus lectus euismod ante, quis dapibus est nisi in magna. Nunc magna lacus, laoreet non lacinia sit amet, tempor vitae lacus. Vestibulum nec nisi ipsum, a faucibus lacus. Ut diam purus, molestie ut pulvinar vitae, gravida quis tortor.

Sed id hendrerit sapien. Cras fermentum molestie tortor, sed cursus arcu cursus id. Suspendisse dapibus, massa sed laoreet semper, eros erat aliquam orci, eget iaculis turpis nunc ac nibh. Duis pulvinar, nunc eget hendrerit ultricies, mi arcu eleifend mi, egestas tristique urna felis sed tellus. Maecenas tincidunt sodales porttitor. Cras et lectus nec sem condimentum egestas. Fusce nulla nunc, scelerisque laoreet lacinia eget, consectetur at velit. Morbi sem eros, congue vel dignissim eu, hendrerit in dui. Proin nisi eros, suscipit et tristique sit amet, blandit eu augue. Donec ut enim lorem, ut luctus sapien.